Tasikmalaya, 17 Juli 2024. Bertempat di ruang Media Center Pengadilan Agama Kota Tasikmalaya, Hakim mengikuti kegiatan MoU antara Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama dengan Universitas Islam Negari Raden Fatah Palembang. Kegiatan tersebut juga dibarengi dengan agenda kuliah umum yang disampaikan oleh Pemateri Guru Besar dari UIN Raden Fatah Palembang.
Kegiatan tersebut dihadiri seluruh Pangadilan Agama dan Mahkamah Syar’iyyah seluruh Indonesia. Pada kesempatan tersebut, pemateri mengulas sejarah Undang-Undang Simbur Cahaya.
Undang-Undang Simbur Cahaya, kitab hukum adat yang disusun pada masa Kesultanan Palembang Darussalam, kembali menjadi sorotan. Disusun oleh Ratu Sinuhun pada masa pemerintahan Sultan Sido Ing Kenayan (1629-1636), undang-undang ini mencerminkan kearifan lokal masyarakat Palembang dalam mengatur kehidupan bermasyarakat.
Undang-Undang Simbur Cahaya, yang berarti “cahaya yang menerangi”, terdiri dari 6 bab dan 178 pasal, memuat aturan tentang berbagai aspek kehidupan, seperti pernikahan, keluarga, pertanahan, dan pidana. Keunikan undang-undang ini terletak pada perpaduan antara hukum adat dan nilai-nilai Islam, menjadikannya pedoman hidup yang komprehensif bagi masyarakat Palembang.
Meskipun Kesultanan Palembang telah runtuh, Undang-Undang Simbur Cahaya tetap dihormati dan diamalkan oleh masyarakat Palembang hingga saat ini. Nilai-nilainya yang universal, seperti keadilan, musyawarah mufakat, dan penghargaan terhadap alam, menjadikannya sumber inspirasi bagi penyelesaian masalah dan pembangunan di era modern.
Di tengah gempuran modernisasi dan globalisasi, Undang-Undang Simbur Cahaya menawarkan perspektif yang segar dalam menyelesaikan berbagai permasalahan sosial dan hukum. Prinsip-prinsipnya, seperti penyelesaian konflik melalui musyawarah mufakat dan penghargaan terhadap adat istiadat, dapat menjadi solusi alternatif bagi sistem hukum modern yang terkadang kaku dan birokratis.
Lebih lanjut, Undang-Undang Simbur Cahaya juga memuat aturan tentang pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan. Hal ini selaras dengan isu-isu lingkungan yang semakin mendesak di era modern, di mana keseimbangan antara pemanfaatan sumber daya alam dan kelestarian lingkungan menjadi kunci utama.
Upaya untuk melestarikan dan memasyarakatkan Undang-Undang Simbur Cahaya terus dilakukan. Berbagai kegiatan, seperti seminar, lokakarya, dan penerbitan buku, dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang warisan budaya ini.
Pemerintah daerah juga mengambil peran aktif dalam pelestarian Undang-Undang Simbur Cahaya. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata setempat telah memasukkan undang-undang ini sebagai salah satu warisan budaya yang dilindungi. (AA)